jompa

jompa
tempat simpan hasil bumi

Selasa, 02 Desember 2014

MANAJEMEN STRATEGIK “PEMERINTAH VS PENGUSAHA“

BAB. I KASUS

Kebijakan pemerintah terhadap dunia bisnis pada saat sekarang belum berpihak pada investor, sehingga pertumbuhan usaha di Indonesia sekarang belum baik, investor masih ragu-ragu untuk berinvestasi di Indonesia, aturan masih tumpang tindih, multi tafsir tergantung pada siapa yang berkuasa, seharusnya pemerintah memberikan kebijaka yang fleksibel, sesuai dengan pernyataan Jaya Susila, kebijakan pajak perlu fleksibel dengan memahami kondisi dunia perkonomian negara, semisal terjadi bencana, resesi dan angka pengangguran yang tinggi, sudah selayaknya pajak diturunkan sebagai pendorong dalam menggerakkan perekonomian. Tetapi pajak bisa dinaikkan pada saat pertumbuhan ekonomi tinggi, pada bisnis yang padat modal atau bisnis yang tidak ramah lingkungan. Dunia usaha merupakan "jantung" perpajakan, karena cukup besar dalam membayar pajak, katanya pada seminar "Pajak dan Dinamika Bisnis" yang digelar Bali Journalist Organizer bersama Kadin Bali.
Selain itu, sistem perpajakan dirasakan masih terlalu rumit oleh kalangan pengusaha. Banyak aturan yang tumpang-tindih dan multitafsir, sehingga dalam penerapannya tergantung pejabat yang memiliki kekuasaan, sehingga dirasakan sangat berat apabila penguasa yang tidak berpihak pada investor.
Apa yang dipahami oleh masyarakat khususnya dunia usaha mengenai pajak masih negatif. Pajak masih menjadi momok bagi banyak orang. Hal ini dipicu oleh trauma masa lalu, yaitu pada zaman penjajahan di mana masyarakat umum beranggapan bahwa pembayar pajak hanya dijadikan sapi perahan oleh penguasa. Sebaliknya, mereka tidak menyadari bahwa kontribusi pembayaran pajak yang dihimpun oleh pemerintah adalah untuk kepentingan bersama melalui pelayanan umum seperti membiayai pendidikan, memperbaiki fasilitas kesehatan, fasilitas keamanan, dan banyak lagi hal lainnya yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat. Di samping itu, dilihat dari pandangan kebanyakan orang yang menilai pajak dari sisi aparatnya adalah sebagai hantu yang ditakuti, bahkan orang cenderung enggan untuk berurusan dengan mereka.
Perpajakkan Negara kita masih belum berpihak pada dunia usaha, dengan melihat pada beberapa kasus yang terjadi, misalnya kasus yang terjadi pada pengusaha di Bali, kita meraka dalam kesulitan dalam usaha meraka Negara tidak memberikan kebijakan meringankan beban mereka, pengusaha dibiarkan dalam kesusahan yang berkepanjangan, keringanan pajak yang mereka ajukan pada pemerintah tidak diberikan. Pengamat ekonomi Dr Ketut Budiartha mengingatkan pada masyarakat agar tidak perlu takut pada pajak, jika ada petugas yang melakukan kecurangan akan dikenai sangsi sesuai pasal 36A UU KUP No 16 Tahun 2000.

























BAB. II. KRITIKAL REVIEW

Kenapa pajak harus ada ?
Setiap kali terjadi suatu perubahan kebijakan dinegara ini seringkali menimbulkan pro dan kontra dari berbagai pihak. Dari prosesnya saja sudah menimbulkan reaksi sehingga dalam praktek sering kali menimbulkan persolan baru dikemudian hari.
Dalam hidup bermasyarakat manusia tidak pernah lepas dari interaksi antara satu dengan yang lainnya dan termasuk dengan lingkungannya. Interaksi ini biasanya melahirkan suatu norma yang disepakati dan dipatuhi secara bersama untuk mengatur dan menjamin keharmonisan hidupnya, sehingga apa yang menjadi hak orang lain menjadi tanggung jawab yang sisi lainnya. Dengan kata lain, manusia dalam bersosialisasi di lingkungannya tidak boleh melakukan perbuatan semaunya sendiri, tetapi harus menjunjung tinggi nilai dan kepentingan bersama agar harmonisasi hidup dapat terealisasi. Jadi, pada hakikatnya dalam kehidupan manusia selalu terikat pada aturan-aturan yang membatasi ruang gerak langkahnya demi suatu kebutuhan, kenyaman dan kepentingan bersama, seperti kebutuhan akan rumah peribadatan, keamanan, sekolah, kebersihan lingkungan, dan fasilitas-fasilitas umum lainnya untuk mencapai cita-cita masyarakat yang adil dan makmur. Aturan-aturan tersebut biasanya tertuang dalam norma hukum yang mengatur falsafah hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Norma dan aturan hukum ini di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan bersama tersebut Negara tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya. Sehubungan dengan itu, peran serta aktif masyarakat sebagai warga negara sangat dibutuhkan untuk memberikan iuran serta kepada negaranya dalam bentuk pajak sehingga segala keperluan pembangunan dapat dibiayai. Jadi, timbulnya pungutan pajak merupakan suatu hal yang logis dalam hidup bermasyarakat dan bernegara (Judisseno, 1997).
Aturan ini tertuang dalam pasal 23, ayat 2, Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi ”Pengenaan dan pemungutan pajak (termasuk bea dan cukai) untuk keperluan negara hanya boleh terjadi berdasarkan undang-undang”. Lebih lanjut dijelaskan, oleh karena penetapan belanja mengenai hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, maka segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat, seperti pajak dan lain-lainnya harus ditetapkan dengan Undang-Undang, yaitu dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Arti Pajak bagi Negara dan Masyarakat ?.
Dari sudut pandang ekonomi, pajak adalah salah satu primadona penerimaan negara yang paling potensial. Bahkan, saat ini sektor pajak memberikan kontribusi yang terbesar dalam APBN. Penerimaan dari sektor pajak ini merupakan penerimaan dalam negeri dan penerimaan sektor lainnya selanjutnya digunakan oleh negara untuk membiayai pembangunan sarana dan prasarana kepentingan umum bagi masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya pajak bagi negara karena pajak merupakan sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran negara/pemerintah yang disebut sebagai fungsi budgeteir (Waluyo dan Wirawan B. Ilyas, 2003). Seperti diuraikan di atas bahwa pajak merupakan kontribusi masyarakat untuk ikut berperan aktif dalam membangun negaranya, yaitu membangun sarana dan prasarana kepentingan umum bagi masyarakat itu sendiri. Dengan kontribusi ini masyarakat berhak untuk melakukan kontrol terhadap pemerintah (Judisseno, 1997).
Di pihak lain, tidak boleh dilupakan bahwa pajak memang merupakan bentuk tanggung jawab masyarakat sebagai warga negara dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Di sinilah letak pentingnya pajak bagi masyarakat sebagai Wajib Pajak., pajak merupakan kontribusi positif dari masyarakat untuk membangun infrastruktur bangsa, dengan kata lain pajak dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat.

Aspek yang terkait dalam Sistem Perpajakan
Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak dan masyarakat pembayar pajak sebagai Wajib Pajak merupakan pihak-pihak yang terkait langsung dalam sistem perpajakan. Jalinan kedua belah pihak ini harus harmonis di dalam pelaksanaan pemungutan pajak yang optimal. Pemerintah mempunyai fungsi penting dalam sistem perpajakan, yaitu sebagai pemrakarsa terjalinnya hubungan antara masyarakat/Wajib Pajak dan pemerintah/Direktorat Jenderal Pajak dalam pemungutan pajak. Bentuk jalinan hubungan antara pemerintah/Direktorat Jenderal Pajak dan masyarakat/Wajib Pajak diatur dalam Undang-Undang Perpajakan agar tiap-tiap pihak mempunyai interpretasi yang sama mengenai sistem perpajakan yang sedang dijalankan dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara, sehingga tidak ada lagi kesalah pahaman antara petugas pajak dengan masyarakat pembayar pajak, keduanya harus saling singkron dalam memahami perpajakan.
Ciri-ciri umum jalinan antara pemerintah/Direktorat Jenderal Pajak dan masyarakat/Wajib Pajak dalam sistem perpajakan (Judisseno, 1997) adalah sebagai berikut.
 Adanya peralihan kekayaan dari pihak masyarakat kepada kas negara
 Tidak ada jasa balik dari negara secara langsung
 Digunakan untuk kepentingan umum
 Diatur dalam undang-undang.
Undang-undang yang mengatur tentang pajak adalah Undang-Undang Perpajakan. Dalam penyusunan Undang-Undang Perpajakan ini secara umum selalu diperhatikan beberapa aspek sebagai berikut :
1. Adanya jaminan pelaksanaan pemungutan pajak oleh negara yang berjalan lancer, Acuan yang paling utama dalam pemungutan pajak pada era modern saat ini adalah mempertimbangkan masalah bukti nyata dan praktisnya pelaksanaan pemungutan pajak. Hal ini bukan berarti mekanisme pemungutannya tidak memperhatikan teori dan asas pemungutan pajak secara universal dalam rangka pencapaian tujuan pemungutan pajak tersebut. Teori-teori yang berkenaan dengan pemungutan pajak adalah teori asuransi, teori kepentingan, teori bakti (teori kewajiban pajak mutlak), teori daya pikul, dan teori asas daya beli. Sebaliknya, asas-asas yang berkenaan dengan pemungutan pajak adalah asas equality, asas certainty, asas convennience, dan asas economy (Waluyo dkk., 2003).
2. Adanya jaminan hukum yang tegas bagi para Wajib Pajak, Kepastian hukum mutlak diperlukan sebagai jaminan keadilan yang sifatnya dua arah, yaitu jaminan keadilan bagi masyarakat dan jaminan keadilan bagi Negara.
3. Adanya jaminan kerahasiaan mengenai orang pribadi ataupun badan sebagai Wajib Pajak, Walaupun pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak mempunyai wewenang untuk memeriksa sesuai dengan pasal 29, ayat 1, Undang-Undang No. 6, Tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 16, Tahun 2000, kerahasiaan orang pribadi ataupun badan sebagai Wajib Pajak harus tetap dijaga agar tidak terjadi suatu hal yang merugikan Wajib Pajak tersebut.

Masalah yang timbul dalam Penerapan Sistem Perpajakan
Permasalahan dasar yang terjadi sebenarnya adalah kewenangan/power yang besar untuk memungut pajak kepada masyarakat. Dengan otoritas yang besar dan berlebihan tersebut (seharusnya tetap bersifat terbatas) menjadi sumber penyalah gunaan, korupsi dan juga ketidak pastian dalam penerapan UU Pajak.
Contoh pemberian tambahan wewenang terdapat pada Pasal 30 (wewenang untuk penyegelan tempat atau ruang tertentu), Pasal 17B ayat (1a) (wajib pajak harus kehilangan hak atas pengembalian kelebihan pembayaran pajak, karena dilakukan pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana karena di bidang perpajakan), dan lain sebagainya.
persoalan yang timbul dalam suatu sistem perpajakan adalah bagaimana menciptakan sistem yang dapat menghasilkan suatu pengertian yang baik antara masyarakat sebagai pembayar pajak/wajib pajak dan pemerintah selaku pembuat peraturan dan Undang-Undang Perpajakan (Judisseno,1997).
Pemerintah selaku fiskus pajak merencanakan dan menggodok Undang-Undang Perpajakan atas dasar dan prinsip perpajakan yang seadil-adilnya, yang memiliki nilai dan manfaat, baik bagi masyarakat maupun bagi negara itu sendiri. Dalam melaksanakan tugasnya selaku perancang dan pembuat Undang-Undang Perpajakan, pemerintah harus membuat peraturan itu sedemikian rupa sehingga mudah dimengerti dan dapat ditafsirkan secara jelas. Jika produk peraturan yang dibuat sulit dimengerti oleh masyarakat, otomatis akan timbul suatu bentuk perlawanan pajak, yang cara, bentuk, dan dalihnya bisa bermacam-macam. Pemerintah juga wajib memberikan pengertian kepada masyarakat, memberikan bimbingan dan penyuluhan, serta menerbitkan buku-buku, peraturan, prosedur, perhitungan pajak, dan informasi lainnya tentang perpajakan.
Dalam hal program bimbingan dan penyuluhan sering timbul kendala sedikitnya aparat yang dapat menanganinya. Hal ini sering dimanfaatkan oleh para usahawan untuk menyelenggarakan berbagai seminar perpajakan dengan mengundang pakar di bidang ini. Akan tetapi, sangat disayangkan biasanya produk seminar semacam ini sangat mahal sehingga tidak dapat dijangkau oleh kalangan tertentu. Penyebaran informasi tentang pajak harus seluas-luasnya dengan biaya yang semurah-murahnya. Tujuan utama penyebaran informasi pajak adalah untuk memberikan pengertian dan kesadaran bagi masyarakat luas sehingga masyarakat sadar untuk berpartisipasi aktif dalam membayar pajak. Ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyampaian informasi tersebut, yaitu jangan sampai ada kesan bahwa perpajakan adalah suatu hal yang eksklusif dan mahal, melainkan perpajakan adalah suatu kewajiban moral yang harus segera dipenuhi dengan kesadaran yang tinggi, baik oleh aparat pajak maupun masyarakat sebagai pembayar pajak/wajib pajak demi pembangunan bangsa dan negara yang adil dan sejahtera. Di samping itu, penyampian informasi dapat dilakukan dengan cara mengadakan dan memperbanyak buku panduan perpajakan bagi masyarakat secara gratis atau kalaupun dijual harganya mesti dapat dijangkau oleh masyarakat banyak. Agar cara ini betul-betul dapat bermanfaat, usahakan agar bahasa, ungkapan, serta terminologi khusus yang digunakan dalam buku panduan perpajakan dapat mudah dimengerti oleh pembacanya. Dengan perkembangan teknologi informasi seperti sekarang ini informasi juga dapat disampaikan dengan mudah dan cepat melalui teknologi nformasi tersebut, sehingga tidak terjadi salah penafsiran oleh pemerintah sebagai pemungut pajak dan masyarakat sebagai wajib pajak, atau tidak terjadi penafsiran yang berbeda-beda sesuai dengan kepentingan penguasa.


Pajak dan Dunia Usaha
Untuk menciptakan pengaruh yang kondusif terhadap dunia usaha, perlu diterapkan strategi tertentu dalam sistem perpajakan. Strategi yang dimaksud di sini adalah suatu kumpulan perilaku dan seperangkat tindakan yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran dengan cara-cara yang sistematis, efektif, dan efisien. Sasaran itu sendiri memberikan pengertian tentang sesuatu yang dituju atau sesuatu yang hendak dicapai. Pencapaian sasaran perpajakan harus memperhatikan sisi fiskus sebagai pelaksana pemungutan pajak dan sisi dunia usaha/masyarakat wajib pajak selaku pembayar pajak. Seperti telah diuraikan di atas bahwa tujuan suatu negara memungut pajak adalah agar negara memiliki kemampuan untuk membiayai berbagai keperluannya, baik keperluan negara maupun keperluan masyarakatnya yang diwujudkan dalam pembangunan nasional. Negara dalam pelaksanaan pemungutan pajak masih banyak menghadapi permasalahan yang perlu diatasi.
Permasalahan yang terbesar yang dihadapi saat ini di sektor perpajakan adalah distrust, yaitu adanya saling ketidakpercayaan atau tidak harmonisnya jalinan hubungan antara Wajib Pajak selaku pembayar pajak dan fiskus sebagai pemungut pajak. Jika hal ini tidak segera diatasi, tentu akan mempunyai pengaruh yang tidak kondusif terhadap dunia usaha. Secara normatif dapat dikatakan bahwa sebaik apa pun sistem perpajakan yang digulirkan oleh pemerintah/fiskus akan mubazir jika tanpa diiringi oleh jalinan hubungan yang harmonis antara Wajib Pajak selaku pembayar pajak dan fiskus sebagai pemungut pajak karena Wajib Pajak dan fiskus berada dalam satu sistem. Untuk mengatasi masalah ini perlu diambil langkah-langkah yang positif untuk menyusun suatu strategi yang dapat menciptakan harmonisasi antara Wajib Pajak selaku pembayar pajak dan fiskus sebagai pemungut pajak, yang nantinya akan dapat memberi pengaruh yang kondusif terhadap perkembangan dunia usaha.
Adapun langkah-langkah yang harus diambil sebagai suatu strategi yang dapat menciptakan harmonisasi antara Wajib Pajak selaku pembayar pajak dan fiskus sebagai pemungut pajak, yang pada gilirannya dapat memberi pengaruh yang kondusif terhadap dunia usaha, antara lain sebagai berikut.
a) Fiskus mesti menawarkan sesuatu yang terbaik untuk Wajib pajak. Tawarkanlah kepada masyarakat suatu representasi dan manfaat yang besar dari pajak dengan cara memberikan keterbukaan laporan mengenai kontribusi pajak terhadap pembangunan sehingga masyarakat merasa terlibat secara langsung dalam pembangunan. Bukti nyata lainnya atas pemanfaatan pajak terhadap pembangunan nasional, seperti fasilitas umum dan sosial yang lebih baik dan merata, terbukanya kesempatan kerja, kesejahteraan yang meningkat secara nyata di berbagai sektor, dan lain-lainnya, penekanannya adalah akuntabilitas fiskus dalam memberikan informasi pada masyarakat, sejauh mana pajak yang telah dibayarkan dipergunakan.
b) Berikan kepastian hukum, Kepastian hukum mutlak diperlukan sebagai jaminan keadilan yang sifatnya dua arah, yaitu jaminan keadilan bagi masyarakat dan jaminan keadilan bagi negara. Kepastian hukum dalam hal ini tidak berat sebelah dalam pemungutan pajak, misalnya investor yang ini tidak diberikan keringanan pajak sementara investor yang lain diberika keringanan pajak
c) Fiskus harus memberikan kemudahan untuk tumbuh kembangnya dunia usaha, Dunia usaha perlu dibina dan diberikan kemudahan-kemudahan serta fasilitas yang memadai sehingga mereka mampu bertumbuh dan berkembang yang pada gilirannya akan mempunyai memampuan untuk memperluas usahanya dan akhirnya memberi kemampuan untuk membayar pajak. Pemerintah harus mampu memberikan iklim investasi yang segar pada investor, sehingga memberikan dampak yang positif dalam peningkatan pendapatan pajak, dunia usaha merupakan penyumbang pajak paling besar untuk Negara.
d) Lakukan komunikasi informasi dua arah secara berkesinambungan untuk saling melengkapi antara Wajib Pajak selaku pembayar pajak dan fiskus sebagai pemungut pajak. Peraturan dan perundang-undangan perpajakan selalu dinamis dalam rangka mengikuti laju perkembangan dunia usaha. Oleh karena itu, fiskus perlu mengkomunikasikan dan mensosialisasikan secara berkesinambungan tentang perubahan-perubahan peraturan tersebut. Begitu juga Wajib Pajak seyogianya secara aktif mencari informasi tentang aturan perpajakan yang diterapkan oleh fiskus, saling memberikan informasi yang positif, terbuka antara wajib pajak dan fiskus dan sebaliknya.
e) Tegakkan hukum secara konsekuen dalam pelaksanaan pemungutan pajak, tumbuhkan rasa saling percaya antara Wajib Pajak selaku pembayar pajak dan fiskus selaku pemungut pajak, yang selama ini masih terlihat dipermukaan. Untuk itu, hukum harus dijunjung tinggi dan harus ditegakkan secara konsekuen dan konsisten, baik oleh Wajib Pajak maupun oleh aparat pajak/fiskus di dalam pelaksanaan sistem pemungutan pajak, atarun-aturan yang berlaku di Indonesia harus menjadi pedoman bagi siapapun dalam menjalankan aktifitasnya.
f) Tumbuhkan kesadaran masyarakat akan kewajibannya sebagai warga negara bahwa pajak merupakan tanggung jawab bersama, masyarakat harus sadar akan keberadaannya sebagai warga Negara yang senantiasa selalu menjunjung tinggi Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar hukum penyelenggaraan negara. Dengan demikian, mereka harus sadar akan kewajibannya membayar pajak tanpa rasa ada beban.

Pajak dan Strategi
Srategi perpajakan nasional dalam reformasi ke dua sudah mulai diarahkan secara aksimal untuk memenuhi dua fungsi utama dari pajak yaitu fungsi bugdet dan fungsi regulasi. Ketentuan-ketentuan perpajakan nasional di samping berupaya untuk menggali penerimaan negara juga diarahkan untuk meningkatkan efisiensi, progresivitas struktur dan daya saing produk-produk domestik di luar negeri Upaya-upaya yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
Pertama penetapan pengusaha-pengusaha kecil untuk menjadi pengusaha yang tidak kena pajak (khusus dalam kasus PPN) hendaknya tidak sampai menghilangkan kesempatan bagi pengusaha-pengusaha tersebut untuk akses dalam persaingan global, strategi tersebut memberikan dua manfaat bagi pengusaha-pengusaha kecil, pertama mereka dapat memanfaatkan kredit pajak, ke dua, mereka tidak perlu khawatir untuk kehilangan langganan-langganannya.
Kedua adalah strategi pembangunan ekonomi yang berorientasi pada ekspor domestik yang mampu memperkuat basis ekspor tersebut.upaya memperkuat struktur ekonomi tidak lepas dari usaha untuk menjadikan sektor pertanian sebagai basis ekonomi nasional. Upaya menjadikan sektor ini menjadi basis ekonomi nasional dan perpajakan nasional diharapkan mampu meningkatkan keunggulan stratigis Indonesia di persaingan global. Pemberian fasilitas-fasilitas perpajakan bagi investasi di sektor ini adalah salah satu upaya untuk menciptakan iklim kondusif di sektor tersebut.
Ketiga, peningkatan efisiensi. Dalam era persaingan global yang semakin ketat ini, upaya-upaya meningkatkan efisiansi ekonomi nasional menjadi semakin penting. Untuk lebih meningkatkan peranan pajak dalam efisiensi nasional maka hendaknya diberikan fasilitas perpajakan bagi dunia usaha yang mengimplementasikan teknologi baru.
Keempat, dalam kaitannya dengan upaya meningkatkan keadilan dalam perpajakan. Garis-garis Besar Haluan Negara secara eksplisit menyatakan bahwa strategi pembangunan kita bertumpu pada Trilogi Pembangunan, yaitu pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas.
Dengan begitu investor-investor yang ingin menanamkan modalnya diindonesia tidak terlalu khawatir terhadap keberpihakan pemerintah terhadap investor, selain itu pengusaha-pengusaha kecil yang ada akan bisa bersaing dan survive dalam menghadapi era globalisasi sekarang ini.
Untuk usaha kecil dan menengah (UKM) dapat diberikan perlakuan khusus dalam bidang perpajakan yang kewenangannya diberikan kepada pemerintah. Guna mendorong penanaman modal, dibuka kesempatan untuk penyusutan/amortisasi yang dipercepat. Demikian pula kompensasi kerugian yang lebih lama dari saat ini tetapi tidak lebih dari 10 tahun. Untuk bidang pendidikan serta penelitian dan pengembangan (litbang), termasuk untuk penguasaan teknologi tinggi, juga diberikan fasilitas sehingga biaya yang dikeluarkan dapat dikembalikan lagi (tax deductable). Demikian pula sumbangan beasiswa dari perusahaan dan sumbangan bagi bencana nasional sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan. Alhasil, peningkatan pajak merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa dan penggunaannya pun harus diawasi oleh seluruh masyarakat. The real representative of the people is the people itself.

BAB. III KESIMPULAN

Dari uraian singkat diatas, maka dapat disimpulkan yaitu :
Pajak merupakan kewajiban bersama masyarakat untuk berpartisipai aktif dalam usaha membangun bangsa dan Negara, dunia usaha sebagai bagian dari masyarakat seyogyanya mampu memberikan kontribusi positif yang sama dengan masyarakat lainnya.
sistem perpajakan yang diberlakukan akan mempunyai pengaruh yang kondusif terhadap dunia usaha jika hamonisasi jalinan hubungan antara Wajib Pajak selaku pembayar pajak dan fiskus selaku pemungut pajak tercapai. Jadi, hamonisasi antara Wajib Pajak selaku pembayar pajak dan fiskus selaku pemungut pajak akan dapat menciptakan pengaruh yang kondusif terhadap dunia usaha.
Pada praktek lapangan sendiri, wajib pajak semata-mata hanya berkewajiban dalam membayar pajak namun tidak berhak atas pelayanan yang maksimal (kewajiban dari aparatur pajak) inilah konsep keseimbangan yang tidak terjadi. Bagaimana dengan konsep menghitung pajak sendiri (self assesment), apakah aparatur pajak dapat mempercayai laporan yang dibuat oleh wajib pajak sendiri untuk melakukan pembayaran atau justru dijadikan objek pemeriksaan yang berlarut-larut dengan mencari-cari kesalahan semata bahkan didasarkan pandangan subjektif dari pemeriksa? Bagaimana jika terjadi bantahan dari wajib pajak, apakah hanya sekedar melakukan laporan dan akan ditindak lanjuti apabila perhitungan pajak menurut pemeriksa sudah dilakukan pembayaran terlebih dahulu. Bahkan mungkin segudang persoalan yang dihadapi oleh wajib pajak khususnya pengusaha dan perusahaan dengan notabene yang dapat membantu negara dari berbagai aspek ini.
harmonisasi secara keseluruhan antara Wajib Pajak selaku pembayar pajak dan fiskus selaku pemungut pajak untuk dapat mencapai keseimbangan dalam rangka pelaksanaaan sistem pemungutan pajak secara modern. Hal itu pada akhirnya akan dapat memberi pengaruh yang kondusif terhadap dunia usaha.
Memberikan proteksi pada pengusaha kecil dan menengah dalam usaha meningkatkan investasi dibidang ini dan mendorong terciptanya iklim yang sehat pada pengusaha kecil dan menengah.
BAB. IV REKOMENDASI

Berdasarkan analisis diatas dapat diberikan rekomendasi yang mendasar berkaitan dengan hal ini, yaitu :
1) Kepastian hukum dan penegakkan hukum secara konsekuan merupakan keharusan untuk menciptakan dunia usaha sebagai bagian terpenting dalam meraup pendapat pajak yang tinggi.
2) Transparansi, adil dan akuntabilitas pemerintah dalam mengelola pajak merupakan suatu keharusan.
3) Penyebaran Informasi pajak harus lebih banyak serta mempermudah cara pembayaran pajak, contoh, pojok-pojok pajak yang ada di mall, di supermarket, di pasar tradisonal




















DAFTAR PUSTAKA

http://web.pab-indonesia.com/content/view/13386/9/ , Kebijakan Pajak Belum Dukung Maksimal Dunia Usaha
Judisseno, Rimsky K. 1997. Pajak dan Strategi Bisnis, Suatu Tinjauan tentang
Kepastian Hukum dan Penerapan Akuntansi di Indonesia. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama.
Waluyo dan Wirawan B. Ilyas. 2003. Perpajakan Indonesia, Pembahasan Sesuai
dengan Ketentuan Perundang-undangan Perpajakan dan Aturan
Perpajakan Terbaru. Jakarta : Salemba Empat.
www.transparansi.or.id. Perpajakan Negara versus daya saing.
www.tempointeraktif.com sistem pajak membuka peluang korupsi.